Memasuki bulan Sya’ban sesuai kalender hijriah atau bulan ruwah sesuai kalender jawa, sebagian besar masyarakat jawa mengadakan kegiatan sesuai tradisi bernama ruwahan.
Tradisi ruwahan dibagi menjadi 2 yakni apeman dan nyadran. Apeman adalah tradisi dimana masyarakat jawa akan membuat apem, ketan , dan kolak yang akan dibagikan kepada kerabat dan tetangga di sekitar rumah. Sedangkan nyadran berasal dari bahasa sansekerta Sraddha yang berarti bakti. Sehingga tradisi nyadran adalah salah satu wujud bakti kita terhadap keluarga yang sudah meninggal dunia dengan cara mendoakannya atau mengadakan tahlilan. Tradisi nyadran ini biasanya akan dihadiri oleh seluruh keluarga besar keturunan dari orang yang dimakamkan tersebut. Tradisi nyadran ini juga sekaligus sebagai sarana untuk merekatkan kembali silaturahmi antar keluarga.
Tradisi apeman ini diadaptasi dari tradisi di India selatan dimana masyarakat hindu melakukan pemujaan terhadap Dewa Ayyapa ( Dharma Shastha) yang merupakan titisan Siwa dan Wisnu dengan menggunakan sesaji berupa “Appam” dan “ Aravana payasam” ( bubur ketan dicampur santan manis berwarna coklat), kemudian makanan tersebut dibagi-bagikan ke sanak kerabat dan tetangga di sekitar.
Tradisi apeman berupa pembuatan makanan Apem , ketan, kolak juga memiliki arti bahwa kita sebagai manusia memohon maaf dan ampunan kepada Alloh dari semua kesalahan yang kita buat.
Kata Apem diadaptasi dari kata Afuan / afuwwun dalam bahasa arab yang berarti ampunan/maaf
Kata ketan diadaptasi dari kata khotan dalam bahasa arab yang berarti kesalahan
Kata kolak diadaptasi dari kata Kholaqo , kholiq dalam bahasa arab yang berarti Alloh/ sang maha pencipta.
Apem sendiri adalah makanan berupa kue dari tepung beras yang berbentuk bulat mirip kue doreyaki. Sedangkan kolak adalah minuman bersantan gula jawa yang didalamnya berisi potongan pisang, potongan ubi, dan potongan buah nangka. Sebagai makanan pendamping kolak adalah ketan putih yang sebelumnya dimasak dengan air gula sehingga rasanya manis.
Tradisi ruwahan berupa apeman dan nyadran akan terus dilakukan hingga satu hari sebelum memasuki bulan suci romadhon. Dengan harapan dan keyakinan bahwa setelah melakukan tradisi ruwahan (memohon ampunan kepada alloh) kita (Baik itu orang yang masih hidup maupun orang yang sudah meninggal dunia ) dalam keadaan suci untuk menyambut bulan ramadhan yang penuh berkah.
Tradisi ruwahan berupa apeman dan nyadaran ini sudah ada sejak jaman dahulu kala dan hampir punah seiring perubahan jaman dan pesatnya kemajuan teknologi. Jadi , sebagai bangsa indonesia yang kaya akan budaya dan tradisi ini kita sudah sepatutnya untuk menjaga dan melestarikan tradisi ini. Banyak makna dan arti kehidupan yang dapat dipetik dari tradisi ruwahan dan nyadran ini salah satunya adalah upaya mendekatkan diri kepada Allah dengan memohon ampunan bagi dirinya, keluarganya baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal , dan bagi sesama manusia.Serta wujud rasa syukur kita terhadap karunia dan rejeki yang telah diberikan oleh Allah dengan cara berbagi atau berdema dengan sesama manusia.
Di masa pembatasan aktifitas kemasyarakatan akibat pandemi Virus Corona ini menyebabkan sepinya masyarakat yang mengadakan tradisi tersebut.
By : Galih Satria
Edited by : Tim Garamedia
0 comments:
Post a Comment