Kisah Fera : Menjadi reseller untuk cari uang tambahan
Halo Garaku! Kali ini Garamin dapat email dari Fera ( bukan nama sebenarnya) nih. Dia akan membagikan cerita bagaimana dia mandiri selama menjadi mahasiswa. Semoga kisah dari Fera ini menginspirasimu ya.
Namaku Fera, aku anak nomor 2 dari 3 bersaudara. Aku berasal dari Purworejo dan saat ini aku sedang menempuh pendidikan tinggi di salah satu perguruan tinggi swasta di Jogja. Alhamdulillah aku bisa kuliah karena mendapatkan beasiswa bidik misi dari Negara, kalau gak dapet mungkin aku gak bisa kuliah.
Untuk dapat mandiri selama kuliah di Jogja, aku menjadi re-seller salah satu produk kosmetik karena gak mungkin aku menambah beban kedua orangtuaku yang juga masih membiayai adikku yang masih kecil.
Awal mula aku menjadi re-seller sebuah produk kosmetik ini ketika ada pengeluaran yang tak terduga yang harus aku bayar yakni fotocopy materi kuliah. Aku berpikir kalau aku memakai uang pemberian orang tua itu berarti aku mengurangi proporsi uang yang ku gunakan untuk makan. Tapi, kalau aku gak mengeluarkan uang berarti aku gak bisa fotocopy, yaudah ku putuskan untuk menggunakan uang itu untuk bisa fotocopy materi kuliah walaupun nantinya mungkin aku gak bisa beli makan.
Di pertengahan bulan, apa yang aku takutkan benar-benar terjadi. Uang di dompetku cuma tinggal 50 ribu rupiah, itu pun aku harus hemat sampai akhir bulan. Untuk bisa hidup hemat itu ternyata penuh godaan. Godaan pertama, aku diajak jajan salah satu makanan kekinian yang lagi hits di Jogja oleh temanku. Aku sangat ingin bisa membelinya, tapi apalah daya uangku tinggal 50 ribu. Aku terpaksa menolak ajakan temanku tersebut. Godaan pertama berhasil aku hilangkan. Muncul lagi godaan yang kedua dan kali ini aku terpaksa mengeluarkan uang tadi. Godaan kedua adalah Promo dari salah satu resto makanan, buy one get two. Salah satu temanku mengajakku untuk patungan biar lebih hemat, padahal makanan itu menurutku kurang membuatku kenyang tapi karena harganya murah pada saat promo, yasudah aku beli. Aku penasaran dengan makanan ini karena banyak temen-temen kampus yang posting makanan ini di medsosnya. Berhubung harganya 50 ribu dapat 2 ya dibagi rata, aku mengeluarkan uang 25 ribu, jadi uangku tinggal 25 ribu.
Ingin rasanya aku menelepon ibu untuk minta kiriman uang lagi, tapi aku teringat akan kebutuhan susu dan popok untuk adikku yang masih kecil yang harus dipenuhi oleh ibuku. Aku pun jadi bingung, makan pun jadi gak nyaman. Sepertinya temenku membaca raut wajahku yang penuh kebingungan. Dia bertanya apa aku udah gak punya uang, aku pun mengangguk. Temenku sangat paham dengan kondisiku, dia pun mengeluarkan uang 50 ribu dari dompetnya dan diberikan ke aku. Aku menolaknya karena aku tau dia juga anak kos yang jauh dari rumah sama seperti aku.
Dia memaksa agar aku menerima uangnya. Dan dengan sangat terpaksa ku terima pemberiannya. Lalu dia cerita kalau dia bisa cari uang tambahan karena jadi reseller. Aku diajak dia agar mau bergabung jadi reseller juga.
Aku menolaknya karena aku sama sekali gak bisa dagang. Selain itu aku ini orangnya pendiem dan pemalu, kalau diajak ngobrol orang mesti grogi. Temenku ini terus memaksaku untuk cari uang tambahan, kemudian dia memintaku untuk belajar dulu, jadinya aku bantu dia untuk jualan dan promosi. Karena memang aku sangat membutuhkan uang tambahan untuk jajan dan jaga-jaga, aku akhirnya menerima ajakannya.
Pertama kali menjadi reseller pun aku masih takut-takut. Tapi aku paksakan diriku untuk berani. Dengan bismillah, aku mulai belajar untuk tidak grogi ketika diajak ngobrol. Setelah itu, aku mulai mempromosikan barang dagangan milik temanku itu. Hasilnya nihil.
Dua minggu sudah aku belajar jadi reseller, tapi barang dagangan yang ku bawa sama sekali gak berkurang alias belum laku. Disitu aku mulai menyerah, belum lagi uangku kini tinggal 10 ribu. Akhirnya aku menangis di kamar. Mendadak aku ingin menelepon ibu, tapi kuurungkan keinginanku itu. Aku benar-benar merasakan susahnya cari uang sendiri, merasakan betapa sedihnya ibu ketika jualannya belum laku.
Gak mau berlarut-larut dalam kesedihan, aku pun menata ulang semangatku. Kalau aku sedih, aku gak bisa beli makan besok. Aku pun berangkat kuliah dengan tasa berisi barang dagangan. Sampai di kelas, salah satu teman kelasku bertanya apa aku jual lipgloss. Aku pun mencarinya di tasku. Harga lipgloss 45 ribu, dan tanpa banyak komentar dia langsung membelinya. Rasanya happy banget, akhirnya daganganku laku. Aku pun menjadi tambah semangat untuk mempromosikan.
Seminggu kemudian, barang daganganku habis. Aku menyerahkan uang hasil jualan ke temanku. Dan aku mendapat bagian 10% dari hasil jualan tadi. Lumayan lah untuk menyambung hidup. Akhirnya aku tanya caranya jadi reseller. Dan dengan senang hati dia mengajakku untuk mendaftarkan diri sebagai reseller sama seperti dia. Dia pun memberikan pasar untukku, yaitu kampusku sendiri, sementara dia beralih ke konsumen umum seperti ibu-ibu perumahan ataupun tetangga sekitar.
Singkat cerita, aku pun mulai bisa mencari uang sendiri dari berjualan ini. Memang sih berjualan itu gak mudah, kadang ada teman yang mengatakan kalau harga barangku lebih mahal dari harga produk kosmetik lainnya, kadang ada juga teman yang membeli barang dagangku dengan minta harga khusus teman, ada juga yang sangat mendukungku dia pun akhirnya menjadi pelanggan setia produk yang ku jual. Akhirnya, aku pun bisa jajan dengan hasil keringatku sendiri, bahkan aku pun bisa mengirim uang ke orang tuaku, yaah hanya sekedar untuk membeli 1 box susu formula untuk adikku.
Goelasmin cuma berpesan : " Jauh lebih membanggakan kamu punya uang sedikit tapi berasal dari jerih payahmu daripada punya uang di dompet banyak, pakai mobil, bisa hidup glamour tapi berasal dari orang tua, cobalah untuk tidak mengandalkan ekonomi keluargamu karena tak selamanya kamu hidup berdampingan dengan orang tuamu. dan Goelasmin angkat topi buat kamu yang benar-benar mandiri, bisa survive dengan keringat sendiri."
baca juga :
kisah ida : kesanaran menuai kesuksesan
Sangat menginspirasi..
ReplyDeleteMenyadarkan kira bahwa betapa susahnya orang tua kita mencari uang untuk membiayai semua kebutuhan kita.. Tapi kita sering lupa dan menyia nyia kan keringat kedua orang tua kita.